Rima kini baru masuk SMA. Ibunya bekerja sebagai pencuci pakaian di beberapa rumah besar. Walaupun demikian, Rima tetap bercita-cita tinggi. Dia selalu rajin belajar dan tidak putus asa.
Tahun ini, Rima sangat bangga, karena ia diterima di salah satu SMA favorit. Rima harus menjalani MOS (Masa Orientasi Siswa) selama tiga hari pertama. Pada masa itu, ia bisa berkenalan dengan siswa lainnya. Juga dengan kakak kelas dan dengan program sekolahnya.
Pada hari kedua MOS, kakak OSIS memberi pengumuman.
Kak Mimi : “Adik-adik kelas sepuluh, besok ada acara tukaran makanan. Jadi kalian harus bawa makanan sendiri-sendiri. Nantinya akan saling ditukarkan.”
Rosa : “Kak, makanannya misalnya apa, Kak?”
Kak Mimi : “Oh, ya! Harus nasi lengkap dengan lauk dan sayuran. Harganya minimal Rp. 2.000”
Setelah Kak Mimi pergi, Rima jadi bingung sendiri. Dia akan membawa nasi dan lauk apa? Di rumahnya tak ada lauk yang enak dan istimewa.
Paling hanya tahun dan tempe. Di rumah biasanya Rima menambahkan kecap di nasi putihnya. Itu sudah terasa nikmat sekali baginya. Tapi kalau Rima membawa menu seperti itu ke sekolah, ia takut diejek kawan-kawannya. Setiba di rumah, Rima menceritakan tugasnya itu kepada ibunya.
Ibu : “Rim, sekarang ibu mau kerja dulu. Kamu saja yang memikirkan menu apa yang akan kamu bawa. Kalau bisa yang murah-murah saja. Agar ibu sanggup membelinya.”
Namun, sampai ibunya pulang kerja, Rima belum juga menemukan jalan keluarnya. Untungnya pada saat sedang belajar malam, ia menemukan ide. Rima bergegas menemui ibunya.
Rima : “Bu, bagaimana kalau besok Rima bawa nasi goreng saja? Murah dan mudah kan, Bu?”
Ibu : “Benar juga. Kalau begitu besok pagi-pagi akan ibu buatkan nasi goreng”
Rima iba melihat ibunya. Ibu Rima sebenarnya belum terlalu tua. Namun karena ia bekerja sangat keras, wajahnya tampak lebih tua dari usia sebenarnya.
Paginya, Rima membantu ibunya memasak nasi goreng. Nasi goreng itu lalu dibungkus dengan daun pisang yang diambil dari kebunnya.
Rima : “Terima kasih, ya, Bu. Rima berangkat dulu, ya!”
Dengan gembira ia mengayuh sepeda tuanya menuju ke sekolah. Beberapa saat kemudian, Rima sudah berada di dalam kelas. Setelah beberapa saat berlalu, akhirnya tibalah acara yang dinanti-nanti Rima. Acara pertukaran makanan.
Kak Mimi : “Adik-adik kelas sepuluh, sudah bawa makanan semua, kan?”
Murid-murid kelas sepuluh : “Sudah Kak”
Makanan yang dibawa murid lalu dikumpulkan di meja guru. Rima mulai tegang. Bagaimana jika makanannya jatuh pada temannya yang kaya? Apa dia mau memakan nasi gorengnya yang sederhana? Rima takut kalau-kalau teman-temannya mencemoohkan masalah itu.
Akhirnya saat pembagian makanan pun tiba. Rima mendapat makan dari Rio. Sedangkan nasi goreng bungkusannya diterima Miranda. Rima tidak langsung membuka kotak bekal dari Rio. Ia melirik ke arah Miranda yang membuka bungkusan nasi gorengnya itu.
Miranda : “Wow, nasi goreng! Aku suka sekali nasi goreng. Wah kelihatannya enak”
(Rima melihat Miranda memakan sesendok nasi gorengnya).
Miranda : “Wow, enak sekali! Punya siapa ini?”
Rima : “Itu punyaku”
Miranda : “Oh, kamu Rima ya?”
Rima : “Iya”
Miranda : “Rim, siapa yang memasak nasi goreng ini?”
Rima : “Ibuku”
Miranda : “Kebetulan, lusa ulang tahunku. Aku sedang cari makanan katering. Apa ibumu mau menerima pesanan nasi goreng seperti ini?”
Rima : “Bisa! Tentu saja bisa! Nanti akan aku bicarakan dengan ibuku”
Rosa : “Oh, ini ya nasi gorengnya! Boleh kucoba!” (sambil menyendok sedikit nasi goreng). Wah enak sekali! Ibuku kan bekerja di kantor. Kebetulan ibu sedang bingung mencari katering untuk makan siang di kantornya! Ibuku pasti senang kalau bisa memesan nasi goreng seperti ini”
Rima : “Oh, tentu saja bisa”
Kabar ini cepat menyebar. Sampai pada saat istirahat kedua, saat Rima sedang berjalan di kantin, ibu penjual kantin bertanya.
Ibu kantin : “Kamu Rima, ya?”
Rima : “Iya, ada apa Bu?”
Ibu kantin : “Begini, ibu mau pesan nasi goreng buatan ibumu yang katanya enak itu. Mau ibu jual di kantin ini. Kalau bisa, lusa ibu pesan lima bungkus dulu. Kalau laris, nanti ibu akan pesan lebih banyak lagi!”
Rima : “Oh, ya? Baiklah nanti saya tanyakan ke ibu”
Ibu kantin : “Oh, ya nanti modalnya ini ada sedikit” (sambil menyodorkan sejumlah uang).
Sampai di rumah, Rima berlari-lari mendekati ibunya yang sedang memasak. Ia bercerita tentang pesanan nasi goreng yang diterimanya tadi.
Ibu : “Oh, ibu senang sekali”
Mereka bersyukur untuk berkat Tuhan hari itu.
Tahun ini, Rima sangat bangga, karena ia diterima di salah satu SMA favorit. Rima harus menjalani MOS (Masa Orientasi Siswa) selama tiga hari pertama. Pada masa itu, ia bisa berkenalan dengan siswa lainnya. Juga dengan kakak kelas dan dengan program sekolahnya.
Pada hari kedua MOS, kakak OSIS memberi pengumuman.
Kak Mimi : “Adik-adik kelas sepuluh, besok ada acara tukaran makanan. Jadi kalian harus bawa makanan sendiri-sendiri. Nantinya akan saling ditukarkan.”
Rosa : “Kak, makanannya misalnya apa, Kak?”
Kak Mimi : “Oh, ya! Harus nasi lengkap dengan lauk dan sayuran. Harganya minimal Rp. 2.000”
Setelah Kak Mimi pergi, Rima jadi bingung sendiri. Dia akan membawa nasi dan lauk apa? Di rumahnya tak ada lauk yang enak dan istimewa.
Paling hanya tahun dan tempe. Di rumah biasanya Rima menambahkan kecap di nasi putihnya. Itu sudah terasa nikmat sekali baginya. Tapi kalau Rima membawa menu seperti itu ke sekolah, ia takut diejek kawan-kawannya. Setiba di rumah, Rima menceritakan tugasnya itu kepada ibunya.
Ibu : “Rim, sekarang ibu mau kerja dulu. Kamu saja yang memikirkan menu apa yang akan kamu bawa. Kalau bisa yang murah-murah saja. Agar ibu sanggup membelinya.”
Namun, sampai ibunya pulang kerja, Rima belum juga menemukan jalan keluarnya. Untungnya pada saat sedang belajar malam, ia menemukan ide. Rima bergegas menemui ibunya.
Rima : “Bu, bagaimana kalau besok Rima bawa nasi goreng saja? Murah dan mudah kan, Bu?”
Ibu : “Benar juga. Kalau begitu besok pagi-pagi akan ibu buatkan nasi goreng”
Rima iba melihat ibunya. Ibu Rima sebenarnya belum terlalu tua. Namun karena ia bekerja sangat keras, wajahnya tampak lebih tua dari usia sebenarnya.
Paginya, Rima membantu ibunya memasak nasi goreng. Nasi goreng itu lalu dibungkus dengan daun pisang yang diambil dari kebunnya.
Rima : “Terima kasih, ya, Bu. Rima berangkat dulu, ya!”
Dengan gembira ia mengayuh sepeda tuanya menuju ke sekolah. Beberapa saat kemudian, Rima sudah berada di dalam kelas. Setelah beberapa saat berlalu, akhirnya tibalah acara yang dinanti-nanti Rima. Acara pertukaran makanan.
Kak Mimi : “Adik-adik kelas sepuluh, sudah bawa makanan semua, kan?”
Murid-murid kelas sepuluh : “Sudah Kak”
Makanan yang dibawa murid lalu dikumpulkan di meja guru. Rima mulai tegang. Bagaimana jika makanannya jatuh pada temannya yang kaya? Apa dia mau memakan nasi gorengnya yang sederhana? Rima takut kalau-kalau teman-temannya mencemoohkan masalah itu.
Akhirnya saat pembagian makanan pun tiba. Rima mendapat makan dari Rio. Sedangkan nasi goreng bungkusannya diterima Miranda. Rima tidak langsung membuka kotak bekal dari Rio. Ia melirik ke arah Miranda yang membuka bungkusan nasi gorengnya itu.
Miranda : “Wow, nasi goreng! Aku suka sekali nasi goreng. Wah kelihatannya enak”
(Rima melihat Miranda memakan sesendok nasi gorengnya).
Miranda : “Wow, enak sekali! Punya siapa ini?”
Rima : “Itu punyaku”
Miranda : “Oh, kamu Rima ya?”
Rima : “Iya”
Miranda : “Rim, siapa yang memasak nasi goreng ini?”
Rima : “Ibuku”
Miranda : “Kebetulan, lusa ulang tahunku. Aku sedang cari makanan katering. Apa ibumu mau menerima pesanan nasi goreng seperti ini?”
Rima : “Bisa! Tentu saja bisa! Nanti akan aku bicarakan dengan ibuku”
Rosa : “Oh, ini ya nasi gorengnya! Boleh kucoba!” (sambil menyendok sedikit nasi goreng). Wah enak sekali! Ibuku kan bekerja di kantor. Kebetulan ibu sedang bingung mencari katering untuk makan siang di kantornya! Ibuku pasti senang kalau bisa memesan nasi goreng seperti ini”
Rima : “Oh, tentu saja bisa”
Kabar ini cepat menyebar. Sampai pada saat istirahat kedua, saat Rima sedang berjalan di kantin, ibu penjual kantin bertanya.
Ibu kantin : “Kamu Rima, ya?”
Rima : “Iya, ada apa Bu?”
Ibu kantin : “Begini, ibu mau pesan nasi goreng buatan ibumu yang katanya enak itu. Mau ibu jual di kantin ini. Kalau bisa, lusa ibu pesan lima bungkus dulu. Kalau laris, nanti ibu akan pesan lebih banyak lagi!”
Rima : “Oh, ya? Baiklah nanti saya tanyakan ke ibu”
Ibu kantin : “Oh, ya nanti modalnya ini ada sedikit” (sambil menyodorkan sejumlah uang).
Sampai di rumah, Rima berlari-lari mendekati ibunya yang sedang memasak. Ia bercerita tentang pesanan nasi goreng yang diterimanya tadi.
Ibu : “Oh, ibu senang sekali”
Mereka bersyukur untuk berkat Tuhan hari itu.