“Ayolah, kamu nggak percaya pada aku ?” Doni merajuk. Meyakinkan Maya bahwa pembatalannya untuk mengantar ke toko buku benar-benar karena dia dimintai tolong oleh ibu untuk pergi ke rumah Tante Mira mengantar uang arisan. Panas yang terik sepulang sekolah tak ia hiraukan. Padahal keringat sudah berleleran di dahi.
“Bodo! Selalu begitu. Kenapa kamu juga tidak menelepon? Kalau tahu kamu tak bias datang, toh aku juga bias pergi sendiri!” Maya setengah menjerit. “Seminggu lalu alasanmu mengantar nenek ke dokter, kemarin mengantar uang arisan ibu, minggu depan apa lagi? Alasan klise!”
Maya berdiri tegak. Mukanya dilipat tujuh. Menandakan kalau dia benar-benar marah. “Kalau sudah tidak suka, ngomong saja. Tidak usah pake banyak alasan. Aku bukan cewek yang bias kamu bodohi seenaknya. Mau putus? Boleh. Kita putus sekarang. Bye!
"Tunggu!" serunya sambil menarik lengan cewek yang sudah dipacarinya hampir dua tahun ini untuk menghadapnya."Apa?!" sahut Maya ketus. Sinar matanya sebara api. Doni sempat bergidik menatapnya.
"Kamu tidak sungguh-sungguh, kan?"
"Kamu pikir aku main-main? Kalau begitu kamu salah menilaiku, Don." "Maya, please. Aku minta maaf. Lain kali nggak akan terjadi lagi. Kalaupun harus nggak datang, aku akan ngasih tahu kamu. Maafin aku, ya...," Doni setengah menghiba. Tangannya dia tangkupkan di dada.
Maya masih tegak. Wajahnya masih sedingin kutub utara. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Hanya helaan napasnya terdengar agak menderu. Turun naik dari dadanya yang tertutup seragam sekolah.
"Kamu kok gitu, seeh!" Tiba-tiba Doni menjerit. Membuat Maya sedikit kaget.
'Kamu kok gitu, seeh!' adalah kata-kata terakhir yang seringdiucapkan Doni baik secara langsung maupun lewat sms saat dirinya sudah nggak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan Maya. Ketika mengucapkan kalimat itu, suara¬nya dibikin penuh tekanan. Dan rupanya kalimat itu adalah kalimat sakti, kalimat andalan Doni untuk meluluhkan hati cewek yang punya alis bagus dan dagu belah itu. Karena setiap Doni mengeluarkan kata `kok kamu gitu, seeh!', emosi Maya akan berangsur turun. Mata yang tadinya menyala sepanas bara perlahan-lahan akan meredup. Lalu bola mata itu akan kembali bening dengan rebakan air di pelupuknya.
“Bodo! Selalu begitu. Kenapa kamu juga tidak menelepon? Kalau tahu kamu tak bias datang, toh aku juga bias pergi sendiri!” Maya setengah menjerit. “Seminggu lalu alasanmu mengantar nenek ke dokter, kemarin mengantar uang arisan ibu, minggu depan apa lagi? Alasan klise!”
Maya berdiri tegak. Mukanya dilipat tujuh. Menandakan kalau dia benar-benar marah. “Kalau sudah tidak suka, ngomong saja. Tidak usah pake banyak alasan. Aku bukan cewek yang bias kamu bodohi seenaknya. Mau putus? Boleh. Kita putus sekarang. Bye!
"Tunggu!" serunya sambil menarik lengan cewek yang sudah dipacarinya hampir dua tahun ini untuk menghadapnya."Apa?!" sahut Maya ketus. Sinar matanya sebara api. Doni sempat bergidik menatapnya.
"Kamu tidak sungguh-sungguh, kan?"
"Kamu pikir aku main-main? Kalau begitu kamu salah menilaiku, Don." "Maya, please. Aku minta maaf. Lain kali nggak akan terjadi lagi. Kalaupun harus nggak datang, aku akan ngasih tahu kamu. Maafin aku, ya...," Doni setengah menghiba. Tangannya dia tangkupkan di dada.
Maya masih tegak. Wajahnya masih sedingin kutub utara. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Hanya helaan napasnya terdengar agak menderu. Turun naik dari dadanya yang tertutup seragam sekolah.
"Kamu kok gitu, seeh!" Tiba-tiba Doni menjerit. Membuat Maya sedikit kaget.
'Kamu kok gitu, seeh!' adalah kata-kata terakhir yang seringdiucapkan Doni baik secara langsung maupun lewat sms saat dirinya sudah nggak tahu lagi bagaimana cara meyakinkan Maya. Ketika mengucapkan kalimat itu, suara¬nya dibikin penuh tekanan. Dan rupanya kalimat itu adalah kalimat sakti, kalimat andalan Doni untuk meluluhkan hati cewek yang punya alis bagus dan dagu belah itu. Karena setiap Doni mengeluarkan kata `kok kamu gitu, seeh!', emosi Maya akan berangsur turun. Mata yang tadinya menyala sepanas bara perlahan-lahan akan meredup. Lalu bola mata itu akan kembali bening dengan rebakan air di pelupuknya.
Seperti saat ini. Doni menarik napas dalam-dalam. Hatinya mulai lega. Perlahan, suaranya kembali terdengar.
"Aku tahu aku salah. Aku juga ngerti kemarahanmu. Tapi dengarlah penjelasanku. Aku nggak bohong. Buatmu, selamanya nggak akan pernah bohong. Bagiku, dosa besar apabila membohongi pacarku sendir, orang yang sangat kita sayangi."
"Bener?" suara Maya terdengar serak. Doni mengangguk.
"Kamu janji nggak akan ngulangin perbuatan yang kemarin?"
Doni mengangguk lagi. "Nggak akan ngianatin aku?"
Mengangguk lagi. "Akan terus sayang aku?"
Kali ini bukan 'kepa¬lanya yang mengangguk, tapi kedua tangannya merengkuh bahu cewek-manis di depannya. Membawa kepala yang berambut sebahu itu tersaruk ke dadanya:
Maya tersedu. Doni mengelus rambutnya. Maya memeluk erat. Hati Doni tertawa. Betapa mudah menaklukkan hati gadis dengan sedikit gombal. Ah...!